Friday, May 27, 2011

LOKANANTA

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Lokananta adalah perusahaan rekaman musik (label) pertama di Indonesia yang didirikan pada tahun 1956 dan berlokasi di Solo, Jawa Tengah. Sejak berdirinya, Lokananta mempunyai dua tugas besar, yaitu produksi dan duplikasi piringan hitam dan kemudian cassette audio. Mulai tahun 1958, piringan hitam mulai dicoba untuk dipasarkan kepada umum melalui RRI dan diberi label Lokananta yang kurang lebih berarti "Gamelan di Kahyangan yang berbunyi tanpa penabuh".

Semenjak tahun 1983 Lokananta juga pernah mempunyai unit produksi penggadaan film dalam format pita magnetik (Betamax dan VHS).

Melihat potensi penjualan piringan hitam maka melalui PP Nomor 215 Tahun 1961 status Lokananta menjadi Perusahaan Negara. Lokananta sekarang menjadi salah satu cabang dari Perum Percetakan Negara RI. Sebagai Perum Percetakan Negara RI cabang Surakarta kegiatannya antara lain :

1. Recording
2. Music Studio
3. Broadcasting
4. Percetakan dan Penerbitan

Lokananta sampai sekarang masih mempunyai koleksi ribuan lagu-lagu daerah dari seluruh Indonesia (Ethnic/World Music/foklor) dan lagu-lagu pop lama termasuk diantaranya lagu-lagu keroncong. Lokananta telah melahirkan beberapa penyanyi ternama di Indonesia.

Koleksinya antara antara lain terdiri musik gamelan Jawa, Bali, Sunda, Sumatera Utara (batak) dan musik daerah lainnya serta lagu lagu folklore ataupun lagu rakyat yang tidak diketahui penciptanya. Rekaman gending karawitan gubahan dalang kesohor Ki Narto Sabdo, dan karawitan Jawa Surakarta dan Yogya merupakan sebagian dari koleksi yang ada di Lokananta. Tersimpan juga master lagu berisi lagu-lagu dari penyanyi legendaris seperti Gesang, Waldjinah, Titiek Puspa, Bing Slamet, dan Sam Saimun. Lokananta mempunyai koleksi lebih dari 5.000 lagu rekaman daerah. Terdapat pula rekaman pidato-pidato kenegaraan Presiden Soekarno.

Salah Satu karya musik produksi Lokananta adalah merekam lagu Rasasayange bersama dengan lagu daerah lainnya dalam satu piringan hitam. Piringan hitam ini kemudian dibagikan kepada kontingen Asian Games pada tanggal 15 Agustus 1962. Lagu Rasa sayange yang merupakan lagu foklore dari Maluku yang telah menjadi musik rakyat Indonesia.

Lokananta, The Audio Library


Oleh: Dony Alfan Sutanto 

Sejarah, selain bisa disimpan dalam bentuk teks (kitab, buku, dan dokumen), juga bisa disimpan dalam bentuk gambar/imej, video dan audio. Untuk bentuk yang terakhir itu, di Solo ada satu tempat yang menyimpan banyak sekali fakta-fakta sejarah dan juga seni budaya Indonesia dalam bentuk audio, tempat itu adalah Lokananta.

Lokananta mempunyai arti "gamelan di kahyangan yang berbunyi tanpa penabuh", sungguh beraroma mistis. Tempat yang berdiri pada 29 Oktober 1956 ini, dulu sebenarnya adalah bagian dari Jawatan RRI, yang mempunyai tugas memproduksi piringan hitam untuk bahan siaran RRI di seluruh Indonesia. Kini Lokananta menjadi salah satu cabang dari Perum Percetakan Negara. Lokananta adalah perusahaan rekaman pertama di Indonesia.

Saya menyebut Lokananta sebagai perpustakaan audio, karena hingga saat ini Lokananta memiliki koleksi sekitar 40ribu keping piringan hitam dan masih banyak lagi koleksi audio dalam beragam format. Koleksinya mulai dari rekaman lagu nasional dan daerah (seperti Gesang, Waldjinah, Titik Puspa, Bing Slamet, dan bahkan Didik Kempot), rekaman seni budaya (semisal Karawitan Ki Nartosabdho, pementasan kesenian, dan dagelan Basiyo), hingga fakta-fakta sejarah penting, antara lain beberapa piringan hitam pidato-pidato Soekarno, dan 833 keping piringan hitam yang berisi lagu kebangsaan Indonesia Raya versi tiga stanza yang sempat buat heboh itu.

Ada satu rekaman pidato Bung Karno yang sebenarnya mampu mengungkapkan secara gamblang tentang misteri seputar Supersemar - yang tidak jelas keberadaannya itu. Rekaman yang saya maksud adalah rekaman Pidato Kenegaraan Bung Karno pada peringatan kemerdekaan RI ke-21 (tahun 1966), berikut adalah kutipannya:

"Surat Perintah Sebelas Maret itu mula-mula dan memang sejurus waktu, membuat mereka bertampik sorak-sorai kesenangan. Dikiranya SP Sebelas Maret adalah satu penyerahan pemerintahan, dikiranya SP Sebelas Maret itu satu Transfer of Authentic, of Authority, padahal TIDAK. SP Sebelas Maret adalah suatu perintah pengaman, perintah pengamanan jalannya pemerintahan. Demikian kataku waktu melantik kabinet. Kecuali itu, juga perintah pengaman keselamatan pribadi Presiden, perintah pengaman wibawa Presiden, perintah pengamanan ajaran Presiden, perintah pengaman beberapa hal...".

Detail-detail sejarah semacam petikan pidato di atas sangat jarang dan bahkan tidak pernah kita dapatkan di bangku sekolah, dari SD hingga SMA. Banyak orang konservatif di Republik ini hanya mengakui sejarah sebagai yang tertulis dan tercetak, bukan yang terdengar (audible), bahkan fakta sahih tentang sejarah yang baru (boleh) terucap sekarang sekalipun cuma dianggap menodai sejarah yang sudah tercetak dalam buku-buku sejarah berkurikulum. Seharusnya Pemerintah turun tangan dalam usaha menyelamatkan fakta-fakta sejarah semacam itu, misalnya dengan mengubahnya menjadi file digital, agar tidak rusak dimakan usia, dan bisa bertahan lebih lama. Sehingga, generasi penerus di negeri ini tidak perlu terbang ke negara lain untuk mempelajari dan mencari fakta-fakta sejarah tentang bangsanya sendiri.

Untuk anda yang belum pernah berkunjung ke Lokananta, saat anda berada di Solo sempatkanlah untuk mengunjunginya. Letaknya ada di Jalan Jend. Ahmad Yani No 379. Selain banyak menyimpan koleksi-koleksi audio, di situ juga menyimpan alat-alat lawas dalam industri rekaman, seperti mikropon jaman dulu yang konon harganya semahal roda empat, alat pengganda piringan hitam dan kaset, speaker-box besar yang bentuknya lebih mirip bupet, hingga mixer tahun 80an.

PS: Saya baru tahu, bahwa suara pembacaan teks Proklamasi oleh Soekarno yang sering kita dengar itu ternyata direkam pada tahun 1949, dan bukan 1945. Untung ada salah satu pegawai RRI bernama Yusuf Kranadipura, yang menemui Soekarno dan meminta untuk membacakan kembali teks Proklamasi Kemerdekaan tersebut. Saya memang buta sejarah, pembaca yang budiman harap maklum...